Nama : Siti Fathiyah
Wardati
Npm : 17112051
Kelas : 3ka39
Matakuliah : B.Indonesia 2
MAKALAH PENALARAN, BERFIKIR DEDUKTIF DAN BERFIKIR
INDUKTIF
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
bimbinganNya yang selalu menyertai kami dalam menyelesaikan pembuatan makalah
tentang “Penalaran, Berfikir Deduktif Dan Berfikir Induktif” ini. Makalah ini
kami buat berdasarkan tugas softskill yang diberikan oleh dosen Mata Kuliah
Bahasa Indonesia 2 yang kami hormati. Tugas makalah ini kami tunjukan
untuk kami sendiri sebagai mahasiswa yang belajar mamahami mengenai Penalaran,
kemudian untuk dosen pengajar kami.
Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya, penulis menyadari bahwa dalam pembuatan
makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima saran dan
kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Bekasi, Maret 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sebelum kita mebahas dan memahami lebih jauh
mengenai penalaran, berfikir deduktif dan berfikir induktif, timbul
pertanyaan yang mendasar yang muncul di dalam benak kita mengapa kita
mempelajari penalaran? Kita perlu memahami mengenai penalaran karena penalaran
merupakan hal yang sering kita gunakan sehari hari di dalam berkomunikasi atau
berinteraksi satu dengan yang lainya. Namun di dalam bahasan kali ini kita
membahas penalaran yang penggunaanya di gunakan di dalam Bahasa Indonesia.
Latar
Belakang Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(pengamatan empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Berdasarkan pengamatan yang sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi
yang sejenis, berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap
benar, orang menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak
diketahui. Proses inilah yang disebut menalar. Selain penalaran bagian dari
penalaran yaitu penalaran deduktif dan
induktif akan kita ketahui pada makalah ini serta bagaimana cara menarik
simpulan dengan cara langsung dan tidak langsung.
1.2 Tujuan
Penulisan Masalah
Makalah
ini dibuat bertujuan untuk peningkatan mutu dalam penggunaan Bahasa Indonesia
dalam menguasai kemampuan berfikir, bersifat rasional dan
dinamis berpandangan untuk menganalisa konsep penalaran yang bertolak dari
pengetahuan yang sudah dimiliki seseorang akan sesuatu yang memang benar atau
sesuatu yang memang salah. Selain itu untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia 2.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian penalaran itu ?
2.
Proposisi ?
3.
Inferensi dan Implikasi ?
4.
Wujud Evidensi ?
5.
Cara Menguji Data ?
6.
Cara Menguji Fakta ?
7.
Cara Menilai Autoritas ?
8.
Ada yang dimaksud
dengan berfikir deduktif ?
9. Silogisme Kategorial ?
10. Silogisme hipotesis?
11. Silogisme alternatif ?
12. Entimen ?
13. apa pengertian induktif ?
14. Generalisasi ?
15. Hipotesis dan teori ?
16. Analogi ?
17. Hubungan kausal ?
18. Induksi dalam metode eksposisi ?
1.4
Metode Pengumpulan
Data
Dalam penyusunan makalah ini kami memperoleh data dengan
menggunakan data dari pencarian melalui internet atau e-library.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penalaran
Bermacam-macam penalaran sebagai
berikut :
1. Pengertian
Penalaran adalah
proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (pengamatan empirik) yang
menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang
sejenis juga akat terbentuk proposisi – proposisi yang sejenis, berdasarkan
sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang menyimpulkan
sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah yang
disebut menalar Penalaran juga merupakan aktivitas pikiran yang abstrak, untuk
mewujudkannya diperlukan simbol. Simbol atau lambang yang digunakan dalam
penalaran berbentuk bahasa, sehingga wujud penalaran akan akan berupa argumen.
Kesimpulannya adalah pernyataan atau konsep adalah abstrak dengan simbol berupa
kata, sedangkan untuk proposisi simbol yang digunakan adalah kalimat (kalimat
berita) dan penalaran menggunakan simbol berupa argumen. Argumenlah yang dapat
menentukan kebenaran konklusi dari premis. Berdasarkan paparan di atas jelas
bahwa tiga bentuk pemikiran manusia adalah aktivitas berpikir yang saling
berkait. Tidak ada ada proposisi tanpa pengertian dan tidak akan ada penalaran
tanpa proposisi. Bersama – sama dengan terbentuknya pengertian perluasannya
akan terbentuk pula proposisi dan dari proposisi akan digunakan sebagai premis
bagi penalaran. Atau dapat juga dikatakan untuk menalar dibutuhkan proposisi
sedangkan proposisi merupakan hasil dari rangkaian pengertian.
2.
Proposisi adalah
istilah yang digunakan untuk kalimat pernyataan yang memiliki arti penuh dan utuh. Hal
ini berarti suatu kalimat harus dapat dipercaya,
disangsikan, disangkal, atau dibuktikan benar tidaknya. Singkatnya,
proposisi adalah pernyataan mengenai hal-hal yang dapat dinilai benar atau salah.
Dalam
ilmu logika, proposisi mempunyai tiga unsur yakni:
3.Inferensi adalah
tindakan atau proses yang berasal kesimpulan logis dari premis-premis yang
diketahui atau dianggap benar. Kesimpulan yang ditarik juga disebut sebagai
idiomatik. Hukum valid inference dipelajari dalam bidang logika.
Inferensi
manusia (yaitu bagaimana manusia menarik kesimpulan) secara tradisional
dipelajari dalam bidang psikologi
kognitif ; kecerdasan
buatan para peneliti mengembangkan sistem inferensi
otomatis untuk meniru inferensi manusia. inferensi
statistik memungkinkan untuk kesimpulan dari data
kuantitatif.
Proses
di mana kesimpulan disimpulkan dari pengamatan beberapa disebut penalaran
induktif. Kesimpulannya mungkin benar atau salah, atau benar
dalam tingkat tertentu akurasi, atau yang benar dalam situasi tertentu. Kesimpulan
disimpulkan dari pengamatan beberapa dapat diuji oleh pengamatan tambahan.
Definisi
ini diperdebatkan (karena kurangnya kejelasan Ref:. Oxford kamus bahasa
Inggris: “induksi … 3 Logika kesimpulan dari suatu hukum umum dari
contoh-contoh tertentu..”) Definisi yang diberikan sehingga hanya berlaku
ketika “kesimpulan” adalah umum.
1. Sebuah kesimpulan yang dicapai
pada dasar bukti dan penalaran.
2. Proses mencapai kesimpulan
seperti: “ketertiban, kesehatan, dan dengan kebersihan inferensi”.
Contoh inferensi
Inkoherensi: tidak ada definisi
inferensi deduktif telah ditawarkan. definisi yang ditawarkan adalah untuk
inferensi INDUKTIF. Filsuf
Yunani didefinisikan sejumlah silogisme ,
bagian tiga kesimpulan yang benar, yang dapat digunakan sebagai blok bangunan
untuk penalaran yang lebih kompleks. Kita mulai dengan yang paling terkenal
dari mereka semua:
-
Semua
manusia fana
- Socrates adalah
seorang pria
Oleh
karena itu, Sokrates adalah fana.
Pembaca dapat memeriksa bahwa tempat dan
kesimpulan yang benar, tetapi Logika berkaitan dengan inferensi: apakah
kebenaran kesimpulan mengikuti dari yang tempat?
Validitas kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar. Sebagai contoh, perhatikan bentuk berikut symbological trek:
Validitas kesimpulan tergantung pada bentuk kesimpulan. Artinya, kata “berlaku” tidak mengacu pada kebenaran atau kesimpulan tempat, melainkan dengan bentuk kesimpulan. Inferensi dapat berlaku bahkan jika bagian yang palsu, dan dapat tidak valid bahkan jika bagian-bagian yang benar. Tapi bentuk yang valid dengan premis-premis yang benar akan selalu memiliki kesimpulan yang benar. Sebagai contoh, perhatikan bentuk berikut symbological trek:
-
Semua
apel biru.
-
Pisang
adalah apel.
Oleh
karena itu, pisang berwarna biru.
· Implikasi
Pada dasarnya implikasi
bisa kita definisikan sebagai akibat langsung atau konsekuensi atas temuan
hasil suatu penelitian. Akan tetapi secara bahasa memiliki arti sesuatu yang
telah tersimpul di dalamnya. Di dalam konteks penelitian sendiri, implikasi
bisa di lihat. Apabila dalam sebuah penelitian kita mempunyai kesimpulan
misalnya "A", "Manusia itu bernafas". Maka "Manusia
itu bernafas" yang kita sebut dengan implikasi penelitian. Untuk
contohnya, dalam hasil penelitian kita menemukan bahwa siswa yang di ajar
dengan metode "A" lebih kreatif serta memiliki skill yang lebih baik.
Dengan demikian dengan
menggunakan metode belajar "A" kita bisa mengharapkan siswa menjadi
lebih kreatif dan juga memiliki skill yang baik. Setelah itu perlu juga untuk
dihubungkan dengan konteks penelitian yang telah kita bangun. Contohnya,
sampelnya kelas berapa? seperti apa karakteristik sekolah? ada berapa sampel?
dan lain-lainnya. Nah, memang sudah seharusnya implikasi penelitian di lakukan
secara spesifik layaknya karakteristik di atas.
4.
Pengertian
Wujud Evidensi
Adalah semua fakta yang ada, yang
dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya sesuatu. Evidensi merupakan hasil
pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan untuk memahami suatu fenomena.
Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan tetapi pengertian evidensi ini
sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun petunjuk kepadanya tidak dapat
dihindarkan.
Kita mungkin mengartikannya sebagai
"cara bagaimana kenyataan hadir" atau perwujudan dari ada bagi
akal". Misal Mr.A mengatakan "Dengan pasti ada 301.614 ikan di
bengawan solo", apa komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk
dan mengatakan "fakta yang menarik". Kita akan mengernyitkan dahi
terhadap keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu saja reaksi kita tidak dapat
dilukiskan sebagai "kepastian", Tentu saja kemungkinan untuk benar
tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau ngasal telah menyatakan
jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi kita untuk menangguhkan
persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai untuk menjamin persetujuan
jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam persetujuan terhadap
pernyataan tersebut.
Sebaliknya, kalau seorang mengatakan
mengenai ruang di mana saya duduk, "Ada tiga jendela di dalam ruang
ini," persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam hal ini
evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam wujud yang paling rendah. Evidensi
itu berbentuk data atau informasi. Yang di maksud dengan data atau informasi
adalah bahan keterangan yang di peroleh dari suatu sumber tertentu.
· 5. Cara
menguji data
Data
dan informasi yang digunakan dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena
itu perlu diadakan pengujian melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan
yang merupakan fakta itu siap digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa
cara yang dapat digunakan untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
· 6. Cara
menguji fakta
Untuk menetapkan apakah data atau
informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian.
Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan
keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau
penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta
tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan
diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi
· 7. Cara
menilai autoritas
Seorang
penulis yang objektif selalu menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari
tangan kedua. Penulis yang baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan
pendapat saja atau pendapat yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian
atau data eksperimental.
1. Tidak
mengandung prasangka
2.
Pengalaman dan pendidikan autoritas
3.
Kemashuran dan prestise
4.
Koherensi dengan kemajuan
2.2 Penalaran/Berfikir
Deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa
umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada
suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode
ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen
dan operasionalisasi. Penalaran
Deduktif bisa disebut juga sebagai proses penalaran untuk menarik kesimpulan
berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang bersifat
umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif dibentuk dengan
cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada hal-hal yang
khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Macam-macam Penalaran Deduktif:
1.
SILOGISME
Silogisme merupakan suatu cara penalaran yang formal.
Penalaran dalam bentuk ini jarang ditemukan atau dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari. Kita lebih sering mengikuti polanya saja, meskipun kadang-kadang
secara tidak sadar. Misalnya ucapan “Ia dihukum karena melanggar peraturan X”,
sebenarnya dapat kita kembalikan ke dalam bentuk formal berikut:
a. Barang siapa melanggar peraturan X harus
dihukum.
b. Ia melanggar peraturan X.
c. la harus dihukum.
Bentuk seperti itulah yang disebut silogisme.
Kalimat pertama (premis mayor) dan kalimat kedua (premis minor) merupakan
pernyataan dasar untuk menarik kesimpulan (kalimat ketiga).
Pada contoh, kita lihat bahwa ungkapan “melanggar
…” pada premis (mayor) diulangi dalam (premis minor). Demikian pula
ungkapan “harus dihukum” di dalam kesimpulan. Hal itu terjadi pada
bentuk silogisme yang standar.
Akan tetapi, kerap kali terjadi bahwa silogisme
itu tidak mengikuti bentuk standar seperti itu. Misalnya:
Semua yang dihukum itu karena melanggar
peraturan.
Kita selalu mematuhi peraturan.
Kita tidak perlu cemas bahwa kita akan dihukum.
Pernyataan itu dapat dikembalikan menjadi:
a. Semua yang melanggar peraturan harus dihukum.
b. Kita tidak pernah melanggar (selalu mematuhi)
peraturan.
c. Kita tidak dihukum.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan Jika A=B dan B=C maka A=C. Silogisme terdiri dari; Silogisme Kategorial,
Silogisme Hipotetis dan Silogisme Disyungtif.
a) Silogisme
Kategorial
Silogisme Katagorial adalah silogisme yang semua
proposisinya merupakan katagorial. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan
premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya
menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang
menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle
term).
Contoh :
Semua Tanaman membutuhkan air (premis mayor)
……………M……………...P
Akasia adalah Tanaman (premis minor)
….S……………..M
Akasia membutuhkan air (konklusi)
Akasia membutuhkan air (konklusi)
….S……………..P
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
(S = Subjek, P = Predikat, dan M = Middle term)
· Hukum-hukum Silogisme
Kategorial
1. Apabila dalam satu premis
partikular, kesimpulan harus partikular juga, seperti:
Semua
yang halal dimakan menyehatkan
Sebagian
makanan tidak menyehatkan,
Jadi
Sebagian makanan tidak halal dimakan
(Kesimpulan
tidak boleh: Semua makanan tidak halal dimakan).
2. Apabila salah satu premis
negatif, kesimpulan harus negatif juga, seperti:
Semua
korupsi tidak disenangi.
Sebagian
pejabat adalah korupsi, jadi
Sebagian
pejabat tidak disenangi.
(Kesimpulan
tidak boleh: Sebagian pejabat disenangi)
a. Dari dua premis yang sama-sama
negatit, tidak mendapat kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai yang
menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan diambil bila sedikitnya
salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negatif
adalah tidak sah.
Kerbau
bukan bunga mawar.
Kucing
bukan bunga mawar.
(Tidak
ada kesimpulan)
Tidak
satu pun drama yang baik mudah dipertunjukan.
Tidak
satu pun drama Shakespeare mudah dipertunjukan.
Jadi:
Semua drama Shakespeare adalah baik. (Kesimpulan tidak sah)
b. Paling tidak salah satu dari term
penengah haru: (mencakup). Dari dua premis yang term penengahnya tidak
menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:
Semua
ikan berdarah dingin.
Binatang
ini berdarah dingin.
Jadi:
Binatang ini adalah ikan.
(Padahal
bisa juga binatang melata)
c. Term-predikat dalam kesimpulan harus
konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan
menjadi salah, seperti:
Kerbau
adalah binatang.
Kambing
bukan kerbau.
Jadi:
Kambing bukan binatang.
(‘Binatang’
pada konklusi merupakan term negatif sedangkan pada premis adalah positif)
d. Term penengah harus bermakna sama,
baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda,
maka kesimpulan menjadi lain, seperti:
Bulan
itu bersinar di langit.
Januari
adalah bulan.
Jadi:
Januari bersinar di langit.
(Bulan
pada premis minor adalah nama dari ukuran waktu yang panjangnya 31 hari,
sedangkan pada premis mayor berarti planet yang mengelilingi bumi).
e. Silogisme harus terdiri tiga term,
yaitu term subjek, preidkat, dan term menengah (middle term), begitu
juga jika terdiri dari dua atau lebih dari tiga term tidak bisa diturunkan
konklusinya.
b)
Silogisme Hipotesis
Silogisme
Hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetis,
sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorial.
Ada
4 (empat) macam tipe silogisme hipotetis :
1. Silogisme hipotetis yang premis
minornya mengakui bagian antecedent, seperti:
Jika
hujan, saya naik becak.
Sekarang
hujan.
Jadi,
saya naik becak.
2. Silogisme hipotetis yang premis
minornya mengakui bagiar konsekuennya, seperti:
Bila
hujan, bumi akan basah.
Sekarang
bumi telah basah.
Jadi,
hujan telah turun.
3. Silogisme hipotetis yang premis
minornya mengingkari antecedent, seperti:
Jika
politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan
akan timbul.
Politik
pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi
kegelisahan tidak akan timbul.
4. Silogisme hipotetis yang premis
minornya mengingkari bagian konsekuennya, seperti:
Bila
mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah.
Pihak
penguasa tidak gelisah.
Jadi
mahasiswa tidak turun ke jalanan.
·
Hukum-hukum Silogisme Hipotetis
Mengambil
konklusi dari silogisme hipotetis jauh lebih mudah dibanding dengan silogisme
kategorial. Tetapi yang penting di sini dalah menentukan kebenaran konklusinya
bila premis-premisnya merupakan pernyataan yang benar.
Bila
antecedent kita lambangkan dengan A dan konsekuen dengan B,
jadwal hukum silogisme hipotetis adalah:
1) Bila A terlaksana maka B juga
terlaksana.
2)
Bila A tidak terlaksana maka B tidak
terlaksana. (tidak sah = salah)
3) Bila B terlaksana, maka A
terlaksana. (tidak sah = salah)
4) Bila B tidak terlaksana maka A tidak
terlaksana.
Kebenaran
hukum di atas menjadi jelas dengan penyelidikan.
c)
Silogisme alternatif
Silogisme
alternatif adalah silogisme yang premis mayornya merupakan keputusan disyungtif
sedangkan premis minornya merupakan keputusan kategorial yang mengakui atau
mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Seperti pada
silogisme hipotetis istilah premis mayor dan premis minor adalah secara analog
bukan yang semestinya.
Silogisme
ini ada dua macam, silogisme disyungtif dalam arti sempit dan silogisme
disyungtif dalam arti luas.
a.
Silogisme alternatif dalam arti
sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif, seperti:
la
lulus atau tidak lulus.
Ternyata
ia lulus, jadi
la
bukan tidak lulus.
b. Silogisme alternatif dalam arti luas
premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif, seperti:
Hasan
di rumah atau di pasar.
Ternyata
tidak di rumah.
Jadi
di pasar.
Silogisme
alternatif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah
satu alternatif, konklusi-nya adalah mengakui alternatif yang lain, seperti:
la
berada di luar atau di
dalam.
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata
tidak berada di
luar.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi
ia berada di
dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu
alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain, seperti:
Budi
di masjid atau di
sekolah.
Budi di masjid atau di sekolah.
la
berada di
masjid.
Ia berada di sekolah.
Jadi
ia tidak berada di
sekolah.
Jadi ia tidak berada di masjid.
d). Entimen
Merupakan
silogisme yang salah satu proposisinya dihilangkan tetapi proposisi tersebut
dianggap ada dalam pikiran dan dianggap oleh orang lain. Entimen pada dasarnya
adalah silogisme.
Contoh
:
Premis
mayor (MY): manusia mahluk
rasional
Premis
minor (MN): kucing bukan
manusia
Kesimpulan
(K):
kucing tidak rasional
Premis
mayor (MY): setiap manusia pernah lupa
Premis
minor (MN): mahasiswa adalah
manusia
Kesimpulan
(K):
mahasiswa
pernah lupa
Dapat
diuraikan sebagai berikut :
a.
Silogisme merupakan bentuk penalaran
deduktif yang formal.
b. Proses penalaran dimulai dari premis
mayor melalui premis minor sampai pada kesimpulan.
c.
Strukturnya tetap: premis mayor,
premis minor, kesimpulan.
d. Premis mayor berisi pernyataan umum.
e.
Premis minor berisi pernyataan yang
lebih khusus yang merupakan bagian premis mayor.
f.
Kesimpulan dalam silogisme selalu
lebih khusus daripada premisnya
2.3 Pengertian
Berpikir Induktif
Induktif adalah cara mempelajari sesuatu yang bertolak
dari hal-hal atau peristiwa khusus untuk menentukan hukum yang umum
(W.J.S.Poerwadarminta,2006).
Penalaran secara induktif dimulai dengan mengemukakan
pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan terbatas dalam
menyusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum
(Suriasumantri,2005).
Metode
berpikir induktif adalah metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak
dari hal-hal khusus ke umum. Proses penalaran ini mulai bergerak dari
penelitian dan evaluasi atas fenomena yang ada, maka disebut sebagai sebuah
corak berpikir yang ilmiah karena perlu proses penalaran yang ilmiah dalam
penalaran induktif. Proses penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas
bermacam-macam variasi yaitu: generalisasi, hipotesa dan teori, analogi
induktif, kausal, dan sebagainya.
a.Generalisasi
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak belakang dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena – fenomena.
Contoh
: bila seseorang berkata bahwa mobil adalah semacam kendaraan pengangkut, maka pengertian mobil dan
kendaraan pengangkut merupakan hasil generalisasi juga. Dari bermacam-macam
tipe kendaraan dengan ciri-ciri tertentu ia mendapatkan sebuah gagasan mengenai
mobil, sedangkan dari bermacam-macam alat untuk mengangkut sesuatu lahirlah
abstraksi yang lebih tinggi (generalisasi lagi) mengenai kendaraan pengangkut.
b. Hipotesis dan teori
1.
Hipotesis
Secara bahasa hipotesis berasal dari
dua kata, yaitu hypo artinya sebelum dan thesis artinya
pernyataan atau pendapat. Secara istilah hipotesis adalah suatu pernyataan yang
pada waktu diungkapkan belum diketahui kebenarannya, tetapi memungkinkan untuk
diuji dalam kenyataan empiris. Proses pembentukan hipotesis
merupakan sebuah proses
penalaran,
yang melalui tahap-tahap tertentu. Hipotesis merupakan satu tipe proposisi yang
langsung dapat diuji.
- Ciri Hipotesis Yang Baik
- Ciri Hipotesis Yang Baik
Perumusan
hipotesis yang baik dan benar harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut:
1. Hipotesis harus dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan deklaratif, bukan kalimat pertanyaan.
2. Hipotesis berisi penyataan mengenai
hubungan antar paling sedikit dua variabel penelitian.
3. Hipotesis harus sesuai dengan fakta dan
dapat menerangkan fakta.
4. Hipotesis harus dapat diuji (testable).
Hipotesis dapat duji secara spesifik menunjukkan bagaimana variabel-variabel
penelitian itu diukur dan bagaimana prediksi hubungan atau pengaruh antar
variabel termaksud.
5. Hipotesis harus sederhana (spesifik) dan
terbatas, agar tidak terjadi kesalahpahaman pengertian.
2. Teori
Teori
adalah serangkaian bagian atau variabel, definisi, dan dalil yang saling
berhubungan yang menghadirkan sebuah pandangan sistematis mengenai fenomena
dengan menentukan hubungan antar variabel, dengan menentukan hubungan antar
variabel, dengan maksud menjelaskan fenomena alamiah.
juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
juga merupakan suatu hipotesis yang telah terbukti kebenarannya. Manusia membangun teori untuk menjelaskan, meramalkan, dan menguasai fenomena tertentu misalnya, benda-benda mati, kejadian-kejadian di alam, atau tingkah laku hewan. Sering kali, teori dipandang sebagai suatu model atas kenyataan. Misalnya : apabila kucing mengeong berarti minta makan.
-Hubungan
antara hipotesis dengan teori
Hipotesis
ini merupakan suatu jenis proposisi yang dirumuskan sebagai jawaban tentatif
atas suatu masalah
dan kemudian diuji secara empiris.
Sebagai suatu jenis proposisi, umumnya hipotesis menyatakan hubungan antara dua
atau lebih variabel
yang di dalamnya pernyataan-pernyataan hubungan tersebut telah diformulasikan
dalam kerangka teoritis. Hipotesis ini,
diturunkan, atau bersumber dari teori dan tinjauan literatur
yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, teori yang tepat akan
menghasilkan hipotesis yang tepat untuk digunakan sebagai jawaban sementara
atas masalah yang diteliti atau dipelajari dalam penelitian.
Dalam penelitian kuantitatif peneliti menguji suatu
teori. Untuk meguji teori tersebut, peneliti menguji hipotesis yang diturunkan
dari teori.
c. Analogi
c. Analogi
Analogi
dalam bahasa Indonesia adalah kias (Arab: Qasa=mengukur, membandingkan).
Analogi adalah suatu perbandingan yang mencoba membuat suatu gagasan terlihat
benar dengan cara membandingkannya dengan gagasan lain yang mempunyai hubungan
dengan gagasan yang pertama. Analogi merupakan salah satu teknik dalam proses
penalaran induktif. Sehingga analogi kadang-kadang disebut juga sebagai analogi
induktif, yaitu proses penalaran dari satu fenomena menuju fenomena lain yang
sejenis kemudian disimpulkan bahwa apa yang terjadi pada fenomena yang pertama
akan terjadi juga pada fenomena yang lain.
c.Macam-macam
analogi
1.
Analogi Induktif
Analogi
induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua
fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama
terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang
sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima
berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang
diperbandingkan. Misalnya, Tim Uber Indonesia mampu masuk babak final karena
berlatih setiap hari. Maka tim Thomas Indonesia akan masuk babak final jika
berlatih setiap hari.
2.
Analogi Deklaratif
Analogi
deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang
belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini
sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima
apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.
Misalnya, untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara
kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan
perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.
d. Hubungan Kausal
Hubungan
kausal sering diartikan sebagai penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala
yang saling berhubungan, hubungan sebab – akibat (hubungan kausal) dapat berupa
sebab yang sampai kepada kesimpulan yang merupakan akibat atau sebaliknya. Pada
umumnya hubungan sebab akibat dapat berlangsungdalam tiga pola, yaitu sebab ke
akibat, akibat ke sebab, dan akibat ke akibat. Namun, pola yang umum dipakai
adalah sebab ke akibat dan akibat ke sebab. Ada 3 jenis hubungan kausal, yaitu:
(1).
Hubungan sebab-akibat.
Yaitu
dimulai dengan mengemukakan fakta yang menjadi sebab dan sampai kepada
kesimpulan yang menjadi akibat. Pada pola sebab ke akibat sebagai gagasan pokok
adalah akibat, sedangkan sebab merupakan gagasan penjelas.
(2). Hubungan akibat-sebab
Yaitu
hubungan yang dimulai dengan fakta yang menjadi akibat, kemudian dari fakta itu
dianalisis untuk mencari sebabnya.
(3).
Hubungan sebab-akibat1-akibat2
Yaitu
dimulai dari suatu sebab yang dapat menimbulkan serangkaian akibat. Akibat
pertama berubah menjadi sebab yang menimbulkan akibat kedua. Demikianlah
seterusnya hingga timbul rangkaian beberapa akibat.
e. Induksi dalam metode eksposisi
Eksposisi
adalah salah satu jenis pengembangan paragraf dalam penulisan yang dimana
isinya ditulis dengan tujuan untuk menjelaskan atau memberikan pengertian
dengan gaya penulisan yang singkat, akurat, dan padat.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
Karangan ini berisi uraian atau penjelasan tentang suatu topik dengan tujuan memberi informasi atau pengetahuan tambahan bagi pembaca.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari
pengamatan indera yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian.
Penalaran Deduktif adalah proses penalaran untuk menarik
kesimpulan berupa prinsip atau sikap yang khusus berdasarkan fakta-fakta yang
bersifat umum. Proses penalaran ini disebut Deduksi. Kesimpulan deduktif
dibentuk dengan cara deduksi. Yaitu dimulai dari hal-hal umum, mengarah kepada
hal-hal yang khusus atau hal-hal yang lebih rendah.
Jadi, dapat disimpulkan
bahwa berpikir induktif adalah cara berpikir yang bertolak dari hal-hal khusus
ke umum yang mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena yang
telah terjadi
Sumber :
http://andhitaririe.blogspot.com/2013/03/makalah-penalaran-deduktif.html
http://adhiesuseno.blogspot.com/2014/10/definisi-penalaran-proposisi-inferensi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar