Selasa, 06 Mei 2014

TEORI ORGANISASI UMUM 2 PERTEMUAN 7-8

PERTEMUAN 7-8
TEORI ORGANISASI UMUM 2 (KEPEMIMPINAN)
Nama      : Siti Fathiyah
Npm       : 17112051
Kelas      : 2ka39
TEORI DAN ARTI PENTING KEPEMIMPINAN
1.            Pengertian
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
         pemimpin sebagai subjek dan yang dipimpin sebagai objek. Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan ke-pemimpinannya.
        Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama. Namun ada beberapa pengertian kepemimpinan, antara lain:
       Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961, 24).
Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46).
Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
       Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
2.     Latar Belakang Sejarah Kepemimpinan
       Pada dasarnya suatu kepemimpinan muncul bersamaan dengan adanya peradaban manusia yaitu sejak zaman Nabi dan nenek moyang disini terjadi perkumpulan bersama yang kemudian bekerja sama untuk mempertahankan hidupnya dari kepunahan, sehingga perlu suatu kepemimpinan. Pada soal itu seorang yang dijadikan pemimpin adalah orang yang paling kuat, paling cerdas dan paling pemberani. Jadi kepemimpinan muncul karena adanya peradaban dan perkumpulan antara beberapa manusia.
3.    Sebab Musabab munculnya kepemimpinan
       Mengenai sebab-musabab munculnya pemimpin telah dikemukakan berbagai pandangan dan pendapat yang mana pendapat tersebut berupa teori yang dapat dibenarkan secara ilmiah, ilmu pengetahuan atau secara praktek. Munculnya pemimpin dikemukan dalam beberapa teori, yaitu;
Teori pertama, berpendapat bahwa seseorang akan menjadi pemimpin karena ia dilahirkan untuk menjadi pemimpin; dengan kata lain ia mempunyai bakat dan pembawaan untuk menjadi pemimpin. Menurut teori ini tidak setiap orang bisa menjadi pemimpin, hanya orang-orang yang mempunyai bakat dan pembawaan saja yang bisa menjadi pemimpin. Maka munculah istilah “leaders are borned not built”. Teori ini disebut teori genetis.
         Teori kedua, mengatakan bahwa seseorang akan menjadi pemimpin kalau lingkungan, waktu atau keadaan memungkinkan ia menjadi pemimpin. Setiap orang bisa memimpi asal diberi kesempatan dan diberi pembinaan untuk menjadi pemimpin walaupun ia tidak mempunyai bakat atau pembawaan. Maka munculah istilah “leaders are built not borned”. Teori ini disebut teori social.
         Teori ketiga, merupakan gabungan dari teori yang pertama dan yang kedua, ialah untuk menjadi seorang pemimpin perlu bakat dan bakat itu perlu dibina supaya berkembang. Kemungkinan untuk mengembangkan bakat ini tergantung kepada lingkungan, waktu dan keadaan. Teori ini disebut teori ekologis.
         Teori keempat, disebut teori situasi. Menurut teori ini setiap orang bisa menjadi pemimpin, tetapi dalam situasi tertentu saja, karena ia mepunyai kelibihan-kelebihan yang diperlukan dalam situasi itu. Dalam situasi lain dimana kelebihan-kelebiahannya itu tidak diperlukan, ia tidak akan menjadi pemimpin, bahkan mungkin hanya menjadi pengikut saja.
         Dengan demikian seorang pemimpin yang ingin meningkatkan kemampuan dan kecakapannya dalam memimpin, perlu mengetahui ruang lingkup gaya kepemimpinan yang efektif. Para ahli di bidang kepemimpinan telah meneliti dan mengembangkan gaya kepemimpinan yang berbeda-beda sesuai dengan evolusi teori kepemimpinan. Untuk ruang lingkup gaya kepemimpinan terdapat tiga pendekatan utama yaitu: pendekatan sifat kepribadian pemimpin, pendekatan perilaku pemimpin, dan pendekatan situasional atau kontingensi.
4. Tipe dan Gaya kepemimpinan
         Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, watak dan kepribadian sendiri yang khas. Sehingga tingkah laku dan gayanyalah yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya pasti akan selalu mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya.
Para tokoh sarjana membagi tipe kepemimpinan menjadi 8 :
1) Tipe kharismatik
2) Tipe paternalistic
3) Tipe militeristis
4) Tipe otokratis
5) Tipe Lousser Faire
6) Tipe Populistis
7) Tipe Administratif
Tipe Demokratis
W.J. Raddin dalam artikelnya what kind of manager menentukan watak dan tipe pemimpin atau tiga pola dasar, yaitu :
- Berorientasikan tugas ( task orientation )
- Berorientasikan hubungan kerja ( relationship orientation )
- Berorientasikan hasil yang efektif ( effectives orientation )
Berdasarkan penonjolan ketiga orientasi tersebut, dapat ditentukan 8 tipe kepemimpinan dan memiliki sifat-sifat tersendiri, yaitu :
1) Tipe deserter ( pembelot )
2) Tipe birokrat
3) Tipe misionaris
4) Tipe developer ( pembangun )
5) Tipe otokrat
6) Benevolent autocrat ( otokrat yang bijak )
7) Tipe compromiser ( kompromis )
Tipe eksekusi.
5. Syarat-Syarat Kepemimpinan
Konsepsi mengenai persyaratan kepemimpinan selalu berkaitan dengan 3 hal antara lain :
· Kekuasaan
Ialah kekuatan, otoritas dan legalitas yang memberikan wewenang kepada pemimpin guna mempengaruhi dan menggerakkan bawahan untuk berbuat sesuatu.
· Kewibawaan
Ialah kelebihan, keunggulan, keutamaan sehingga orang mampu “mbawani” akan mengatur orang lain, sehingga orang tersebut patuh pada pemimpin dan tersedia melakukan perbuatan-perbuatan tertentu.
· Kemampuan
Yaitu : segala daya, kesanggupan, kekuatan dan kecakapan atau ketrampilan teknis maupun sosial, yang dianggap melebihidan kemampuan anggota biasa.
Stoq Dill dalam bukunya “Personal Factor Associated With Leadership” menyatakan bahwa pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan yaitu :
- Kapasitas
- Pretasi
- Tanggung jawab
- Partisipasi
- Status
Sedangkan menurut Earl Nightingale dan Whitf Schult mengemukakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki kemampuan dan syarat sebagai berikut :
- Kemandirian
- Besar rasa ingin tahu
- Multi – terampil atau memiliki kepandaian beraneka ragam
- Memiliki rasa humor, antusiasme tinggi, suka berkawan
- Selalu ingin mendapatkan yang sempurna
- Mudah menyesaikan diri ( beradaptasi )
- Sabar dan ulet
- Komunikatif serta pandai berbicara
- Berjiwa wiraswasta
- Sehat jasmaninya, dinamis, sanggup dan berani mengambil risiko
- Tajam firasatnya dan adil pertimbangannya
- Berpengetahuan luas dan haus akan ilmu pengetahuan
- Memiliki motivasi tinggi
- Punya imajinasi tinggi
Dari beberapa kelebihan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan anggota-anggotanya. Adab dengan kelebihan-kelebihan tersebut dia bisa berwibawa dan dipatuhi oleh bawahannya dan yang paling lebih utama adalah kelebihan moral dan akhlak. 
B. Teori Kepemimpinan
      Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994: 27).
       Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi pemimpin, antara lain:
a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.
b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.
Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan, kewibawaan, dan kemampuan.
1. Teori-teori dalam Kepemimpinan
a) Teori Sifat
Teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat, perangai atau ciri-ciri yang dimiliki pemimpin itu. Atas dasar pemikiran tersebut timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil, sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Dan kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat, perangai atau ciri-ciri di dalamnya.
Ciri-ciri ideal yang perlu dimiliki pemimpin menurut Sondang P Siagian (1994:75-76) adalah: – pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, orientasi masa depan; – sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif; – kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang urgen dan yang penting, keterampilan mendidik, dan berkomunikasi secara efektif.
Walaupun teori sifat memiliki berbagai kelemahan (antara lain : terlalu bersifat deskriptif, tidak selalu ada relevansi antara sifat yang dianggap unggul dengan efektivitas kepemimpinan) dan dianggap sebagai teori yang sudah kuno, namun apabila kita renungkan nilai-nilai moral dan akhlak yang terkandung didalamnya mengenai berbagai rumusan sifat, ciri atau perangai pemimpin; justru sangat diperlukan oleh kepemimpinan yang menerapkan prinsip keteladanan.
b) Teori Perilaku
Dasar pemikiran teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
Ø Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri ramah tamah,mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Di samping itu terdapat pula kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas organisasi.
Ø Berorientasi kepada bawahan dan produksi perilaku pemimpin yang berorientasi kepada bawahan ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan. Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahan. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil/tugas dan terhadap bawahan/hubungan kerja. Kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan (JAF.Stoner, 1978:442-443)
c) Teori Situasional
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku tertentu yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah
* Jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas;
* Bentuk dan sifat teknologi yang digunakan;
* Persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan;
* Norma yang dianut kelompok;
* Rentang kendali;
* Ancaman dari luar organisasi;
* Tingkat stress;
* Iklim yang terdapat dalam organisasi.
Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar cocok dengan dan mampu memenuhi tuntutan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntutan situasi tertentu. Sehubungan dengan hal tersebut berkembanglah model-model kepemimpinan berikut:
a. Model kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan tertentu yang harus diselenggarakan. Contoh: dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri, ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.
b. Model ” Interaksi Atasan-Bawahan”
Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauhmana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif, apabila: * Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik; * Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi; * Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c. Model Situasional
Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam model ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah * Memberitahukan;
* Menjual;
* Mengajak bawahan berperan serta;
* Melakukan pendelegasian.
d. Model ” Jalan- Tujuan ”
Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebutuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.
e. Model “Pimpinan-Peran serta Bawahan” :
Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
B. TIPOLOGI KEPEMIMPINAN
     Gaya kepemimpinan, pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu. Pengertian gaya kepemimpinan yang demikian ini sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Davis dan Newstrom (1995). Keduanya menyatakan bahwa pola tindakan pemimpin secara keseluruhan seperti yang dipersepsikan atau dipacu oleh bawahan tersebut dikenal sebagai gaya kepemimpinan.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin, pada dasarnya dapat diterangkan melalui tiga aliran teori berikut ini
1. Teori Genetis (Keturunan)
Inti dari teori menyatakan bahwa “Leader are born and nor made” (pemimpin itu dilahirkan bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin, sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara mengenai takdir, secara filosofis pandangan ini tergolong pada pandangan fasilitas atau determinitis.
2. Teori Sosial
Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrim pada satu sisi, maka teori inipun merupakan ekstrim pada sisi lainnya. Inti aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born” (pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya kodrati). Jadi teori ini merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan pengalaman yang cukup.
3. Teori Ekologis.
Kedua teori yang ekstrim di atas tidak seluruhnya mengandung kebenaran, maka sebagai reaksi terhadap kedua teori tersebut timbullah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini menggabungkan segi-segi positif dari kedua teori terdahulu sehingga dapat dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran. Namun demikian, penelitian yang jauh lebih mendalam masih diperlukan untuk dapat mengatakan secara pasti apa saja faktor yang menyebabkan timbulnya sosok pemimpin yang baik.
Selain pendapat-pendapat yang menyatakan tentang timbulnya gaya kepemimpinan tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) berpendapat bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dari tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dari pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard (1992) mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dari pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan sebagai : k = f (p, b, s).
Menurut Hersey dan Blanchard, pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dari suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) menurut Hersey dan Blanchard adalah suatu keadaan yang kondusif, di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Tipologi Kepemimpinan
Dalam praktiknya, dari ketiga gaya kepemimpinan tersebut berkembang beberapa tipe kepemimpinan; di antaranya adalah sebagian berikut (Siagian,1997).
1. Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri sebagai berikut: Menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, Mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, Menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, Terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, Dalam tindakan pengge-rakkannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
2. Tipe Militeristis
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut : Dalam menggerakan bawahan sistem perintah yang lebih sering dipergunakan, Dalam menggerakkan bawahan senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya, Senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, Sukar menerima kritikan dari bawahannya, Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
3. Tipe Paternalistis.
Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut : menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (overly protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
4. Tipe Karismatik.
Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supra natural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng”.
5. Tipe Demokratis.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut : dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.
Secara implisit tergambar bahwa untuk menjadi pemimpin tipe demokratis bukanlah hal yang mudah. Namun, karena pemimpin yang demikian adalah yang paling ideal, alangkah baiknya jika semua pemimpin berusaha menjadi seorang pemimpin yang demokratis.
C. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPEMIMPINAN
Hersey dan Blanchard (1988) mengajukan semacam formula bahwa gaya kepemimpinan pada dasarnya merupakan perwujudan dan tiga komponen, yaitu pemimpin itu sendiri, bawahan, serta situasi di mana proses kepemimpinan tersebut diwujudkan. Bertolak dan pemikiran tersebut, Hersey dan Blanchard mengajukan proposisi bahwa gaya kepemimpinan (k) merupakan suatu fungsi dan pimpinan (p), bawahan (b) dan situasi tertentu (s), yang dapat dinotasikan dalam bentuk formula :

                                                                        k = f (p, b, s).
Pimpinan (p) adalah seseorang yang dapat mempengaruhi orang lain atau kelompok untuk melakukan unjuk kerja maksimum yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan organisasi. Organisasi akan berjalan dengan baik jika pimpinan mempunyai kecakapan dalam bidangnya, dan setiap pimpinan mempunyai keterampilan yang berbeda, seperti keterampilan teknis, manusiawi dan konseptual. Sedangkan bawahan adalah seorang atau sekelompok orang yang merupakan anggota dan suatu perkumpulan atau pengikut yang setiap saat siap melaksanakan perintah atau tugas yang telah disepakati bersama guna mencapai tujuan. Dalam suatu organisasi, bawahan mempunyai peranan yang sangat strategis, karena sukses tidaknya seseorang pimpinan bergantung kepada para pengikutnya ini. Oleh sebab itu, seorang pemimpinan dituntut untuk memilih bawahan dengan secermat mungkin.
Adapun situasi (s) adalah suatu keadaan di mana seorang pimpinan berusaha pada saat-saat tertentu mempengaruhi perilaku orang lain agar dapat mengikuti kehendaknya dalam rangka mencapai tujuan bersama. Dalam satu situasi misalnya, tindakan pimpinan pada beberapa tahun yang lalu tentunya tidak sama dengan yang dilakukan pada saat sekarang, karena memang situasinya telah berlainan. Dengan demikian, ketiga unsur yang mempengaruhi gaya kepemimpinan tersebut, yaitu pimpinan, bawahan dan situasi merupakan unsur yang saling terkait satu dengan lainnya, dan akan menentukan tingkat keberhasilan kepemimpinan.
Pada tataran individu, faktor-faktor yang mempengaruhi adalah pengetahuan dan keterampilan, karakteristik pribadi, nilai-nilai yang diyakini, penyimpangan, dan gaya dalam membuat keputusan. Variabel organisasi mencakup iklim dan budaya, politik organisasi, ancaman dan resiko, Ketidak-pastian, kerancuan, dan pertikaian. Sedangkan yang mencakup variabel sosial adalah kebutuhan resmi, meta –value, politik, dan ekonomi. 
Dengan pola dikotomi, berdasarkan formula Hersey dan Blanchard serta penjelasan yang dikemukakan Kowalski dkk. di atas, penulis bisa membagi faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan menjadi dua faktor besar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang muncul dari diri pemimpin, sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang terkait dengan karakteristik bawahan dan situasi. Termasuk didalamnya situasi organisasi dan sosial.
D.IMPLIKASI MANAJERIAL KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI

            
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kata Implikasi berarti akibat. Kata Implikasi sendiri dapat merujuk ke beberapa aspek yaitu salah satunya yang dibahas saat ini adalah manajerial atau manajemen
Dalam manajemen terdapat 2 implikasi yaitu :
1. Implikasi prosedural meliputi tata cara analisis, pilihan representasi, perencanaan kerja dan formulasi kebijakan
2. implikasi kebijakan meliputi sifat substantif, perkiraan ke depan dan perumusan tindakan.
 
 
Teori Managerial Grid

Teori dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jane S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan, yaitu “concern for people” dan “concern for production”. Pada dasarnya teori managerial grid ini mengenal lima gaya kepemimpinan yang didasarkan atas dua aspek tersebut, yaitu :
1.                  Improvised artinya pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu dan hal ini dianggap cukup untuk mempertahankan organisasi.
2.                  Country Club artinya kepemimpinann didasarkan kepada hubungan informal antara individu artinya perhatian akan kebutuhan individu dengan persahabatan dan menimbulkan suasana organisasi dan tempo kerja yang nyaman dan ramah.
3.                  Team yaitu kepemimpinan yang didasarkan bahwa keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh dengan pengabdian dan komitmen. Tekanan untama terletak pada kepemimpinan kelompok yang satu sama lain saling memerlukan. Dasar dari kepemimpinan kelompok ini adalah kepercayaan dan penghargaan.
4.                  Task artinya pemimpin memandang efisiensi kerja sebagai factor utama keberhasilan organisasi. Penampilan terletak pada penampilan individu dalam organisasi.
5.                  Midle Road artinya kepemimpinan yang menekankan pada tingkat keseimbangan antara tugas dan hubungan manusiawi , dengan kata lain kinerja organisasi yang mencukupi dimungkinkan melalui penyeimbangan kebutuhan untuk bekerja dengan memelihara moral individu pada tingkat yang memuaskan.
·                     Implikasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam teori manajerial grid terdapat dua orientasi yang dijadikan ukuran yaitu berfokus pada manusia dan pada tugas. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya hubungan antar individu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan kepada bawahan. Sebagai seorang pemimpin, bertugas memberikan arahan serta bimbingan terhadap bawahannya, sehingga mereka dapat mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Implikasi teori ini terhadap system komunikasi organisasi adalah bahwa teori ini memandang pentingnya komunikasi dalam menjalankan kepemimpinan dengan lima gaya yang berbeda dari para pemimpin. Adanya orientasi terhadap dua aspek tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan dalam organisasi harus memperhatikan hubungan antar individu satu dengan lainnya sebagai motivasi dalam mengerjakan tugas. Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu terjun diberbagai kalangan baik itu dengan para pimpinan lainnya, maupun dengan bawahan sebagai asset berharga organisasi. Semua ini terjalin apbila pemimpin tersebut memiliki pendekatan perilaku yang baik. Hal ini membutuhkan komunikasi yang efektif.
Menurut Blake dan Mouton, gaya kepemimpinan team merupakan gaya kepemimpinan yang paling disukai. Kepemimpinan gaya ini berdasarkan integrasi dari dua kepentingan yaitu pekerjaan dan manusia. Pada umumnya, kepemimpinan gaya team berasumsi bahwa orang akan menghasilkan sesuatu apabila mereka memperoleh kesempatan untuk melakukan pekerjaan yang berarti. Selain itu, dalam kepemimpinan gaya team terdapat kesepkatan untuk melibatkan anggota organisasi dalam pengambilan keputusan dengan maksud mempergunakan kemampuan mereka untuk memperoleh hasil yang terbaik yang mungkin dapat dicapai.
Teori X dan Y
Teori ini dikemukakan oleh Douglas Mc. Gregor (1967), yang memiliki pandangan berbeda mengenai manusia yaitu pada dasarnya manusia bersifat negative (Teori X), dan bersifat positif (Teori Y). Mc. Gregor menyimpulkan bahwa pandangan seorang manajer tentang sifat manusia didasarkan pada pengelompkkkan asumsi tertentu dan manajer tersebut cenderung membentuk perilakunya terhadap bawahan sesuai dengan asumsi tersebut. Dalam teori X, terdapat empat asumsi, diantaranya :
1.    Bawahan tidak suka bekerja dan bilamana mungkin, akan berusaha menghindarinya
2.   Karena bawahan tidak suka bekerja, mereka harus dipaksa, dikendalikan, atau diancam dengan hukuman
3. Bawahan akan mengellakkan tanggung jawab dan sedapat mungkin hanya mengikuti perintah formal
4.   Kebanyakan bawahan mengutamakan rasa aman (agar tidak ada alasan untuk dipecat) dan hanya menunjukkan sedikit ambisi
Sedangkan, dalam teori X diasumsikan bahwa :
1.    Bawahan memandang bahwa pekerjaan sama alamiahnya dengan istirahat dan bermain
2.    Seseorang yang memiliki komitmen pada tujuan akan melakukan pengarahan dan pengendalian diri
3.    Seseorang yang biasa-biasa saja dapat belajar untuk menerima, bahkan mencari tanggung jawab
4.    Kreativitas yaitu kemampuan untuk membuat keputusan yang baik (pendelegasian wewenang dan tanggung jawab)

·                     Impilkasi Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Teori ini memusatkan bagaimana seorang pemimpin memotivasi orang-orang dengan tipe X dan Y sehingga mampu berkontribusi dalam organisasi. Tipe X yang cenderung malas bekerja dan menyukai diperintah, mungkin akan membuthkan saluran komunikasi yang formal, dimana pemimpin menginstruksikan berbagai perintah secara formal. Berbeda dengan tipe Y, antara pemimpin dengan bawahan akan lebih sering berkomunikasi secara informal atau partisipatif. Hal ini dilakukan karena kedua belah pihak sudah saling memahami dan bawahan memiliki pengalaman yang sudah baik.
Motivasi yang diberikan kepada tipe X, mungkin akan cenderung dengan oemberian hukuman yang tegas, sehingag berbagai peraturan tertulis sebagai media komunikasi akan sangat dibutuhkan. Sedangkan untuk tipe X, komunikasi akan sangat mempengaruhi karena motivasi yang diberikan lebih cenderung kepada aktualisasi diri untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan atau kebijakan dalam organisasi.
Teori Kepemimpinan Situasional
Teori ini dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H. Blanchard (1974, 1977). Teori kepemimpinan situasional merupakan pengembangan dari penelitian kepemimpinan yang diselesaikan di Ohio State University (Stogdill dan Coons, 1957). Teori ini bersaumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada kematangan bawahan dan kemapuan pemimpin untuk menyelesaikan orientasinya, baik orientasi tugas maupun hubungan kemanusiaan. Taraf kematangan bawahan terentang dalam satu kontinum dari immatery ke maturity. Semakin dewasa bawahan, semakin matang individu atau kelompok untuk melakukan tugas atau hubungan. Dalam kepemimpinan situasional ini, Hersey dan Blanchard mengemukakan empat gaya kepemimpinan sebagai berikut :
1.    Telling (S1), yaitu perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan tugas rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah, dimana pemimpin yang berperan.
2.    Selling (S2), perilaku dengan tigas tinggi dan hubungan tinggi. Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pemimpin, tetapi sudah mencoba komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional supaya bawahan turut bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan.
3.    Participating (S3), yaitu perilaku hubungan tinggi tugas rendah. Pemimpin dan bawahan sama-sama memberikan kontribusi dalam mengambil keputusan melalui komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan berpengalaman untuk melaksanakan tugas.
4.    Delegating (S4), yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberikan kesempatan kepada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri melalui pendelegasian dan supervise yang bersifat umum. Yang dipimpin adalah orang yang sudahj matang dalam melaksanakan tugas dan matang pula secara psikologis.

·                     Implikasi Partisipatif dan Teori Kepemimpinan Situasional Terhadap Sistem Komunikasi Organisasi
Dalam system komunikasi organisasi, partisipatif telah menggunakan komunikasi dua arah, yaitu system atau pola komunikasi yang akan menghasilkan umpan balik secara langsung dari komunikan untuk dijadikan evaluasi. Pemimpin akan sering berkomunikasi dengan bawahan dalam merumuskan hal-hal yang dapat dirumuskan dengan bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa komuniksai harus berfungsi juga sebagai persuatif dan regulative. Kepemimpinan situasional memungkinkan seorang pemimpin melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kondisi yang terjadi. Untuk komunikasi satu arah seperti Telling, mengharuskan pemimpin untuk lebih banyak mengarahkan, hal ini dilakukan agar tugas yang dilaksanakan sesuai dengan alur atau tujuan yang telah ditetapkan. Komunikasi satu arah akan mengalami kesulitan dalam menerima umpan balik sebagai evaluasi bagi organisasi. Terkadang dengan komunikasi satu arah, kondisi kerja akan terasa kaku karena bersifat formal.
Dalam kepemimpinan situsional yang dikembangkan menjadi empat bagian, membutuhkan komunikasi karena pada dasarnya kepemimpinan mempengaruhi orang. Dalam kepemimpinn ini, Delegating dengan tugas dan perilaku yang rendah menjdi aspek yang paling disukai apabila bawahan memiliki tingkat kesiapan yang tinggi, karena ada kebebasan dan kepercayaan dari pemimpin untuk berpartisipasi.

SUMBER :

http://kharismadio.blogspot.com/2013/06/kepemimpinan.html